Allianz Life Indonesia launched Smart Legacy, traditional insurance products like endowment is expected to gain a premium of U.S. $ 100 million in the first year. Handojo Kusuma, Vice President Director of Allianz Life stated that the marketing of new products using bank lines or bancassurnce, the customer market segments upper middle class, and took the Indonesia Standard Chartered Bank (Stanchart).
Smart Legacy just sold using U.S. dollars, with a minimum premium of $ 100,000 and a sum of U.S. $ 300,000, which will be paid when the policyholder reaches the age of 80 years, other than that the customer must pay the single premium. This product warranty returns alias yield of 4% in the first two years, and at least 2.5% next year. Because premiums are quite expensive, customers can borrow money from Stanchart Indonesia at 70% of total premiums with interest of 1.25% per year.
Under the scheme, applicants Handojo optimistic enough, considering the upper middle class people in Indonesia continues to increase and this product can be inherited. During this time there is a new similar products in foreign countries, such as Singapore, this product is offered in Indonesia with a lower premium than Singapore. This product is offered to complement the business portfolio, in particular customer
wanted investment certainty.
SETIAP HARI KITA SELALU DITUNTUT DENGAN PEKERJAAN YANG BANYAK, NAMUN JANGAN LUPAKAN UNTUK SELALU UPDATE INFORMASI DAN BERHUMOR RIA DENGAN MEMBACA CERITA-CERITA DARI ....BBM LUCU...
CARI YANG DIBUTUHKAN - SEARCH ENGINE
Friday, April 5, 2013
Allianz Life Membidik Pasar Nasabah Prioritas
Allianz Life Indonesia meluncurkan produk Smart Legacy, produk asuransi tradisional mirip endowment ini diharapkan mampu mendulang premi US$ 100 juta pada tahun pertama. Handojo Kusuma, Wakil Direktur Utama Allianz Life menyatakan pemasaran produk baru itu menggunakan jalur bank atau bancassurnce, dengan segmen pasar nasabah kelas menengah atas, dan menggandeng Standard Chartered Bank Indonesia (Stanchart).
Smart Legacy hanya dijual menggunakan mata uang dollar Amerika Serikat, dengan minimum premi US$ 100.000 dan uang pertanggungan sebesar US$ 300.000, yang akan dibayar saat usia pemegang polis mencapai 80 tahun, selain itu nasabah harus membayar single premi. Produk ini memberikan garansi return alias imbal hasil 4% pada dua tahun pertama, dan tahun berikutnya minimal 2,5%. Karena premi cukup mahal, nasabah dapat meminjam uang dari Stanchart Indonesia sebesar 70% dari total premi dengan bunga 1,25% per tahun.
Dengan skema itu, Handojo optimis peminat cukup banyak, mengingat masyarakat kelas menengah atas di Indonesia terus meningkat dan produk ini bisa diwariskan. Selama ini produk sejenis baru ada di luar negeri, seperti Singapura, produk ini ditawarkan di Indonesia dengan premi lebih rendah dari Singapura. Produk ini ditawarkan untuk melengkapi portofolio bisnis, khususnya nasabah yang
menginginkan kepastian investasi.
Smart Legacy hanya dijual menggunakan mata uang dollar Amerika Serikat, dengan minimum premi US$ 100.000 dan uang pertanggungan sebesar US$ 300.000, yang akan dibayar saat usia pemegang polis mencapai 80 tahun, selain itu nasabah harus membayar single premi. Produk ini memberikan garansi return alias imbal hasil 4% pada dua tahun pertama, dan tahun berikutnya minimal 2,5%. Karena premi cukup mahal, nasabah dapat meminjam uang dari Stanchart Indonesia sebesar 70% dari total premi dengan bunga 1,25% per tahun.
Dengan skema itu, Handojo optimis peminat cukup banyak, mengingat masyarakat kelas menengah atas di Indonesia terus meningkat dan produk ini bisa diwariskan. Selama ini produk sejenis baru ada di luar negeri, seperti Singapura, produk ini ditawarkan di Indonesia dengan premi lebih rendah dari Singapura. Produk ini ditawarkan untuk melengkapi portofolio bisnis, khususnya nasabah yang
menginginkan kepastian investasi.
The transfer of risk to the State Need Regulated
Insurance and reinsurance industry asked the Financial Services Authority (FSA) rules tighten the transfer of risk to reinsurers abroad. The current rules of the PMK No. 53/2012 on Health Insurance and Financial Reinsurance mention liability risk transfer reinsurance companies in the country for any business.
Article 22 states the general insurance companies must obtain reinsurance from two reinsurers in the country, one of which is a reinsurer, while the insurance company shall divide the risks to a minimum of one reinsurance company in the country. Firdaus Djaelani, Chief Executive of the Financial Industry Supervision of Non Bank (FSA) said the FSA will soon make a legal framework to regulate the obligation to maximize reinsurance capacity in the country.
In addition to the rules regarding the retention obligations in the country hold FSA will also create another rule to increase the capacity of local reinsurance industry, the insurance industry in order to make the most of reinsurance capacity in the country to reduce the reinsurance premiums flowing to the outside (capital flight), which causes minus the trade balance.
At the beginning of the early stages of FSA will set limits for reinsurance It's a small business with coverage such as motor insurance, personal accident and life insurance. Business lines with coverage such as insurance aircraft (aviation), a framework ships (marine hull), and oil and gas will still be given the opportunity to purchase reinsurance abroad.
Article 22 states the general insurance companies must obtain reinsurance from two reinsurers in the country, one of which is a reinsurer, while the insurance company shall divide the risks to a minimum of one reinsurance company in the country. Firdaus Djaelani, Chief Executive of the Financial Industry Supervision of Non Bank (FSA) said the FSA will soon make a legal framework to regulate the obligation to maximize reinsurance capacity in the country.
In addition to the rules regarding the retention obligations in the country hold FSA will also create another rule to increase the capacity of local reinsurance industry, the insurance industry in order to make the most of reinsurance capacity in the country to reduce the reinsurance premiums flowing to the outside (capital flight), which causes minus the trade balance.
At the beginning of the early stages of FSA will set limits for reinsurance It's a small business with coverage such as motor insurance, personal accident and life insurance. Business lines with coverage such as insurance aircraft (aviation), a framework ships (marine hull), and oil and gas will still be given the opportunity to purchase reinsurance abroad.
Pengalihan Risiko ke Luar Negeri Perlu Diatur
Industri asuransi dan reasuransi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat aturan pengalihan risiko kepada perusahaan reasuransi di luar negeri. Aturan yang berlaku saat ini yakni PMK No 53/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menyebutkan kewajiban pengalihan resiko perusahaan reasuransi di dalam negeri untuk setiap usaha.
Pasal 22 tersebut menyatakan perusahaan asuransi umum wajib mendapatkan dukungan reasuransi dari dua reasuradur di dalam negeri, salah satunya adalah perusahaan reasuransi, sedangkan bagi perusahaan asuransi jiwa wajib membagi risiko kepada minimal satu perusahaan reasuransi di dalam negeri. Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (OJK) mengatakan OJK akan segera membuat payung hukum untuk mengatur kewajiban memaksimalkan kapasitas reasuransi di dalam negeri.
Selain aturan mengenai kewajiban menahan retensi di dalam negeri OJK juga akan membuat aturan lain untuk meningkatkan kapasitas industri reasuransi lokal, yaitu agar industri asuransi memanfaatkan sebesar-besarnya kapasitas reasuransi di dalam negeri untuk mengurangi premi reasuransi yang mengalir ke luar (capital flight), yang menyebabkan minusnya neraca perdagangan.
Pada awal tahap awal OJK akan mengatur batasan reasuransi lni untuk bisnis dengan nilai pertanggungan kecil seperti asuransi kendaraan bermotor, personal accident dan asuransi jiwa. Lini bisnis dengan nilai pertanggungan besar seperti asuransi pesawat terbang (aviasi), kerangka kapal (marine hull), serta minyak dan gas akan tetap diberikan kesempatan untuk membeli dukungan reasuransi di luar negeri.
Pasal 22 tersebut menyatakan perusahaan asuransi umum wajib mendapatkan dukungan reasuransi dari dua reasuradur di dalam negeri, salah satunya adalah perusahaan reasuransi, sedangkan bagi perusahaan asuransi jiwa wajib membagi risiko kepada minimal satu perusahaan reasuransi di dalam negeri. Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (OJK) mengatakan OJK akan segera membuat payung hukum untuk mengatur kewajiban memaksimalkan kapasitas reasuransi di dalam negeri.
Selain aturan mengenai kewajiban menahan retensi di dalam negeri OJK juga akan membuat aturan lain untuk meningkatkan kapasitas industri reasuransi lokal, yaitu agar industri asuransi memanfaatkan sebesar-besarnya kapasitas reasuransi di dalam negeri untuk mengurangi premi reasuransi yang mengalir ke luar (capital flight), yang menyebabkan minusnya neraca perdagangan.
Pada awal tahap awal OJK akan mengatur batasan reasuransi lni untuk bisnis dengan nilai pertanggungan kecil seperti asuransi kendaraan bermotor, personal accident dan asuransi jiwa. Lini bisnis dengan nilai pertanggungan besar seperti asuransi pesawat terbang (aviasi), kerangka kapal (marine hull), serta minyak dan gas akan tetap diberikan kesempatan untuk membeli dukungan reasuransi di luar negeri.
Banking Continues to Improve the capacity Insurance Company Acquisition
Increasingly serious national banking presenting one-stop service, one way is to have a subsidiary financial institutions, and in 2013 there were three banks that intend to have insurance subsidiary.
Bukopin and Bank Jabar Banten (BJB) plans to complete the acquisition of the insurance in the first half of 2013. Bukopin plans to acquire a life insurance joint venture (JV) which has a ratio level of health or risk based capital (RBC) 400% -500%, and if successful Bukopin targeting non-bank revenue growth of 30%. While BJB plans to acquire the general insurance and finance companies, which have assets of less than Rp 2 trillion, and has set aside Rp 200 billion.
CIMB Niaga, which is majority-owned by Malaysia, also have a child interested in the insurance business and is currently busy doing due diligence (due deligence) against three insurance companies, which are among the foreign insurance companies. CIMB Niaga currently has a 30% stake in CIMB Sun Life Insurance, and previously had a 20% stake in Asuransi Cigna, but now shares are released to Cigna International.
Different things happen to BNI, which is currently looking for a strategic investor to BNI Life in order to grow larger. Director of Bank BNI, Gagot M. Suwondo, said BNI will sell its stake in a strategic investor that there is expected to be completed this year and is currently negotiating with Japanese investors, and has appointed Bahana, Danareksa and BNP Paribas as a guarantor in the sale of a minority stake BNI Life.
Bukopin and Bank Jabar Banten (BJB) plans to complete the acquisition of the insurance in the first half of 2013. Bukopin plans to acquire a life insurance joint venture (JV) which has a ratio level of health or risk based capital (RBC) 400% -500%, and if successful Bukopin targeting non-bank revenue growth of 30%. While BJB plans to acquire the general insurance and finance companies, which have assets of less than Rp 2 trillion, and has set aside Rp 200 billion.
CIMB Niaga, which is majority-owned by Malaysia, also have a child interested in the insurance business and is currently busy doing due diligence (due deligence) against three insurance companies, which are among the foreign insurance companies. CIMB Niaga currently has a 30% stake in CIMB Sun Life Insurance, and previously had a 20% stake in Asuransi Cigna, but now shares are released to Cigna International.
Different things happen to BNI, which is currently looking for a strategic investor to BNI Life in order to grow larger. Director of Bank BNI, Gagot M. Suwondo, said BNI will sell its stake in a strategic investor that there is expected to be completed this year and is currently negotiating with Japanese investors, and has appointed Bahana, Danareksa and BNP Paribas as a guarantor in the sale of a minority stake BNI Life.
Perbankan Terus Mematangkan Akuisisi Perusahaan Asuransi
Perbankan nasional makin serius menghadirkan layanan one stop service, salah satu caranya adalah memiliki anak usaha lembaga keuangan, dan di tahun 2013 ada tiga bank yang berniat memiliki anak usaha asuransi.
Bank Bukopin dan Bank Jabar Banten (BJB) berencana merampungkan akuisisi asuransi pada semester I 2013. Bank Bukopin berencana mengakuisisi asuransi jiwa patungan (joint venture) yang memiliki tingkat rasio kesehatan atau risk based capital (RBC) 400%-500%, dan bila sukses Bukopin menargetkan pertumbuhan pendapatan non-bank 30%. Sementara BJB berencana mengakuisisi asuransi umum dan perusahaan pembiayaan, yang memiliki aset dibawah Rp 2 triliun, dan telah menyiapkan dana sebesar Rp 200 miliar.
CIMB Niaga, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Malaysia, juga tertarik memiliki anak usaha asuransi dan saat ini sedang sibuk melakukan uji tuntas (due deligence) terhadap tiga perusahaan asuransi, yang diantaranya terdapat perusahaan asuransi asing. Saat ini CIMB Niaga memiliki 30% saham asuransi CIMB Sun Life, dan sebelumnya memiliki 20% saham Asuransi Cigna, tetapi sekarang sahamnya dilepas ke Cigna International.
Hal berbeda terjadi pada Bank BNI, yang saat ini tengah mencari investor strategis untuk BNI Life agar bisa tumbuh lebih besar. Direktur Bank BNI, Gagot M. Suwondo, mengatakan BNI akan melepas saham pada investor strategis yang ditargetkan rampung ada tahun ini dan saat ini sedang melakukan negosiasi dengan investor Jepang, serta telah menunjuk Bahana, Danareksa dan BNP Paribas sebagai penjamin dalam penjualan saham minoritas BNI Life.
Bank Bukopin dan Bank Jabar Banten (BJB) berencana merampungkan akuisisi asuransi pada semester I 2013. Bank Bukopin berencana mengakuisisi asuransi jiwa patungan (joint venture) yang memiliki tingkat rasio kesehatan atau risk based capital (RBC) 400%-500%, dan bila sukses Bukopin menargetkan pertumbuhan pendapatan non-bank 30%. Sementara BJB berencana mengakuisisi asuransi umum dan perusahaan pembiayaan, yang memiliki aset dibawah Rp 2 triliun, dan telah menyiapkan dana sebesar Rp 200 miliar.
CIMB Niaga, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Malaysia, juga tertarik memiliki anak usaha asuransi dan saat ini sedang sibuk melakukan uji tuntas (due deligence) terhadap tiga perusahaan asuransi, yang diantaranya terdapat perusahaan asuransi asing. Saat ini CIMB Niaga memiliki 30% saham asuransi CIMB Sun Life, dan sebelumnya memiliki 20% saham Asuransi Cigna, tetapi sekarang sahamnya dilepas ke Cigna International.
Hal berbeda terjadi pada Bank BNI, yang saat ini tengah mencari investor strategis untuk BNI Life agar bisa tumbuh lebih besar. Direktur Bank BNI, Gagot M. Suwondo, mengatakan BNI akan melepas saham pada investor strategis yang ditargetkan rampung ada tahun ini dan saat ini sedang melakukan negosiasi dengan investor Jepang, serta telah menunjuk Bahana, Danareksa dan BNP Paribas sebagai penjamin dalam penjualan saham minoritas BNI Life.
Marketing ethics Less Look
Ethics for the marketing of insurance products that are considered less attention needs to get a lot of attention from the Financial Services Authority (FSA) that the image of the industry can be improved in the community, said by Munawar Kasan, High School faculty Insurance Management (STMA) Trisakti. At the time of the previous regulator asked at the time of marketing ethics permit new product, but the emphasis is still lacking.
According to the image of the insurance industry is not fully considered good, so it does not show up less often disputes between the insured and the insurer, most cases are handled by the Indonesian Insurance Mediation Board (BMAI). If the FSA issued a regulation on marketing ethics, the practice of insurance product marketing will be more organized. Different ethical aspects of corporate finance, such as risk-based capital, retention, and capital solvabiltas having a clear size.
In his presentation delivered last week to the FSA, said the regulator is currently using compliance-based supervision with a little element of risk-based supervision, control areas such as financial health, behavior and development efforts with market focus, among others, to introduce insurance to the community, the development of micro-insurance, agricultural , climate change and legal liability to third parties for the owner of a motor vehicle.
According to the image of the insurance industry is not fully considered good, so it does not show up less often disputes between the insured and the insurer, most cases are handled by the Indonesian Insurance Mediation Board (BMAI). If the FSA issued a regulation on marketing ethics, the practice of insurance product marketing will be more organized. Different ethical aspects of corporate finance, such as risk-based capital, retention, and capital solvabiltas having a clear size.
In his presentation delivered last week to the FSA, said the regulator is currently using compliance-based supervision with a little element of risk-based supervision, control areas such as financial health, behavior and development efforts with market focus, among others, to introduce insurance to the community, the development of micro-insurance, agricultural , climate change and legal liability to third parties for the owner of a motor vehicle.
Etika Pemasaran Kurang Diperhatikan
Etika pemasaran produk asuransi selama ini kurang mendapat perhatian sehingga dianggap perlu mendapat banyak perhatian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar citra industri ini dapat diperbaiki di masyarakat, demikian dikatakan oleh Munawar Kasan, dosen Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti. Pada masa regulator sebelumnya etika pemasaran ditanyakan pada saat pengurusan izin produk baru, namun penekanannya masih kurang.
Menurutnya citra industri asuransi tidak sepenuhnya dianggap baik, sehingga tidak kurang pula muncul sengketa diantara tertanggung dan penanggung yang sebagian kasusnya ditangani oleh Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). Apabila OJK mengeluarkan peraturan mengenai etika pemasaran, maka praktik pemasaran produk asuransi akan lebih tertata. Etika berbeda dengan aspek keuangan perusahaan, seperti risk based capital, retensi, modal dan solvabiltas yang mempunyai ukuran yang jelas.
Dalam paparan yang disampaikan kepada OJK minggu lalu, dikatakan regulator saat ini menggunakan pengawasan berbasis kepatuhan dengan sedikit elemen pengawasan berbasis risiko, area pengawasan antara lain kesehatan keuangan, perilaku usaha dan pengembangan pasar dengan fokus antara lain memperkenalkan asuransi kepada masyarakat, pengembangan asuransi mikro, pertanian, perubahan iklim dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga bagi pemilik kendaraan bermotor.
Menurutnya citra industri asuransi tidak sepenuhnya dianggap baik, sehingga tidak kurang pula muncul sengketa diantara tertanggung dan penanggung yang sebagian kasusnya ditangani oleh Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). Apabila OJK mengeluarkan peraturan mengenai etika pemasaran, maka praktik pemasaran produk asuransi akan lebih tertata. Etika berbeda dengan aspek keuangan perusahaan, seperti risk based capital, retensi, modal dan solvabiltas yang mempunyai ukuran yang jelas.
Dalam paparan yang disampaikan kepada OJK minggu lalu, dikatakan regulator saat ini menggunakan pengawasan berbasis kepatuhan dengan sedikit elemen pengawasan berbasis risiko, area pengawasan antara lain kesehatan keuangan, perilaku usaha dan pengembangan pasar dengan fokus antara lain memperkenalkan asuransi kepada masyarakat, pengembangan asuransi mikro, pertanian, perubahan iklim dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga bagi pemilik kendaraan bermotor.
Subscribe to:
Posts (Atom)